Oleh: Loa Murib
Kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menunjukkan pola lama mereka dalam menutupi aksi brutal yang dilakukan terhadap masyarakat sipil. Dalam upaya membenarkan tindak kekerasan, OPM menyebarkan disinformasi bahwa rumah milik Bupati Puncak dan kantor Distrik Omukia yang mereka bakar di Papua Tengah merupakan pos militer yang digunakan oleh TNI. Tuduhan tersebut segera dibantah secara resmi oleh pihak militer dan terbukti tidak memiliki dasar fakta.
TNI melalui Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Kolonel Infanteri Candra Kurniawan, memberikan klarifikasi bahwa bangunan yang dibakar oleh OPM tidak difungsikan sebagai markas militer. Tindakan pembakaran itu murni merupakan aksi kriminal yang disengaja untuk menciptakan ketakutan, mengganggu ketertiban umum, dan mencoreng wibawa negara di mata masyarakat Papua. Bantahan ini menjadi penegasan bahwa OPM kembali menggunakan strategi disinformasi untuk mengaburkan realitas dan membangun opini publik yang menyesatkan.
Disinformasi semacam ini memperjelas bahwa OPM tidak hanya mengandalkan kekerasan bersenjata, tetapi juga propaganda informasi sebagai instrumen perlawanan mereka. Mereka menciptakan narasi seolah-olah aparat keamanan adalah pihak yang menyebabkan keresahan, padahal masyarakat sipil justru menjadi korban utama dari aksi teror yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Manipulasi informasi yang dilakukan OPM jelas bertujuan untuk merusak kepercayaan publik terhadap negara dan aparat keamanan.
Kejadian yang menimpa Kabupaten Yahukimo menjadi contoh konkret betapa kejamnya aksi OPM. Dalam serangan yang dilakukan belum lama ini, seorang pegawai honorer Pemerintah Kabupaten Yahukimo tewas akibat kekerasan yang mereka lakukan. Insiden ini menunjukkan bahwa OPM telah melampaui batas kemanusiaan dan menjadikan nyawa warga sipil sebagai alat tawar dalam narasi perjuangan mereka yang keliru.
Merespons insiden tersebut, aparat gabungan dari Satgas Operasi Damai Cartenz bergerak cepat begitu mendapat laporan dari jajaran Polres Yahukimo. Tim langsung turun ke lokasi kejadian, melakukan evakuasi korban ke RSUD Dekai, mengamankan tempat kejadian perkara, serta mengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkap pelaku. Kecepatan ini menunjukkan bahwa negara tidak tinggal diam dalam menjamin perlindungan bagi rakyat, dan siap menghadapi segala bentuk teror yang mengancam stabilitas wilayah.
Kepala Operasi Satgas Damai Cartenz, Brigjen Pol Faizal Ramadhani, menegaskan bahwa seluruh aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis akan ditindak secara tegas sesuai hukum. Penegakan hukum ini bukan hanya penting untuk memberikan keadilan bagi para korban, tetapi juga menjadi pernyataan tegas bahwa kekuatan bersenjata tidak akan dibiarkan merusak keutuhan dan kedamaian di Papua.
Kekejaman OPM, yang ditunjukkan melalui aksi pembakaran, pembunuhan, serta provokasi berulang, memperlihatkan bahwa kelompok ini bukanlah representasi perjuangan rakyat Papua. Sebaliknya, mereka adalah ancaman nyata yang menghalangi pembangunan dan menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat. Klaim mereka sebagai pembebas Papua tidak sejalan dengan kenyataan bahwa mereka justru memperparah penderitaan rakyat melalui aksi-aksi brutal yang dilakukan.
Kasatgas Humas Damai Cartenz, Kombes Pol Yusuf Sutejo, mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh informasi yang belum terverifikasi. Ia menegaskan bahwa perlindungan terhadap masyarakat sipil menjadi prioritas utama. Dalam situasi seperti ini, partisipasi aktif dari warga untuk melaporkan aktivitas mencurigakan di lingkungannya menjadi elemen penting dalam menjaga keamanan.
Negara juga terus menunjukkan komitmennya untuk hadir tidak hanya melalui pendekatan keamanan, tetapi juga melalui pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Berbagai program pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, serta pemberdayaan ekonomi telah digulirkan sebagai bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan rakyat Papua. Kehadiran negara di Papua bukanlah dalam bentuk represi, tetapi dalam wujud pelayanan dan pemberdayaan.
Narasi OPM yang menyebut Papua berada dalam penjajahan adalah bentuk manipulasi sejarah. Papua merupakan bagian sah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan hal itu telah ditegaskan melalui proses hukum dan politik yang diakui secara nasional maupun internasional. Setiap upaya untuk memisahkan diri dari Indonesia, apalagi melalui kekerasan bersenjata dan propaganda menyesatkan, merupakan pelanggaran terhadap konstitusi yang harus ditindak tegas.
Kesadaran masyarakat Papua akan pentingnya perdamaian kini semakin menguat. Kolaborasi antara tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat sipil dalam menjaga ketertiban dan menolak aksi kekerasan menjadi sinyal kuat bahwa Papua ingin maju bersama dalam bingkai NKRI. Kekuatan kolektif masyarakat ini menjadi benteng terdepan dalam menangkal pengaruh buruk dari kelompok separatis.
Mengecam tindakan keji OPM dan membongkar propaganda mereka bukan semata-mata tanggung jawab aparat keamanan. Ini adalah kewajiban moral seluruh rakyat Indonesia dalam menjaga keutuhan bangsa dan memperjuangkan masa depan Papua yang aman dan sejahtera. Sudah terlalu banyak korban yang jatuh akibat disinformasi dan kekerasan yang dibungkus dengan dalih perjuangan.
Penegakan hukum, pendekatan informasi yang jernih, serta pembangunan yang inklusif harus terus diperkuat untuk mengikis pengaruh kelompok separatis. Dengan semangat kebersamaan dan kehadiran negara yang nyata, Papua akan tetap menjadi bagian integral dari Indonesia — sebuah tanah damai, tempat seluruh anak bangsa dapat hidup aman, bermartabat, dan penuh harapan.
*Penulis adalah Mahasiswa Papua di Surabaya