Oleh : Aldi Alvian )*
Pemerintah kembali menegaskan komitmennya terhadap peningkatan mutu pendidikan tinggi melalui pencairan Tunjangan Kinerja (Tukin) bagi para dosen di seluruh Indonesia. Langkah ini bukan hanya sebagai pemenuhan hak aparatur sipil negara di lingkungan perguruan tinggi negeri, tetapi juga sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi dan kontribusi dosen dalam mencetak generasi penerus bangsa. Tunjangan kinerja yang selama ini menjadi salah satu bentuk pengakuan atas beban kerja tambahan dosen di luar tugas pokok mengajar, mulai cair secara bertahap dan dinantikan oleh ribuan dosen di berbagai wilayah.
Pencairan Tukin ini juga menepis kekhawatiran sejumlah kalangan terhadap lambannya perhatian negara pada sektor pendidikan tinggi. Dalam beberapa waktu terakhir, berbagai asosiasi dosen dan organisasi profesi telah menyuarakan pentingnya pencairan tunjangan sebagai bagian dari insentif yang layak bagi para akademisi. Tentu saja, apresiasi terhadap tenaga pendidik tidak cukup sebatas simbolik, tetapi perlu diwujudkan dalam bentuk konkret seperti tunjangan yang sesuai, fasilitas pengembangan kompetensi, dan peningkatan kesejahteraan dosen.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 tahun 2025: Tunjangan Kinerja untuk Dosen aparatur sipil negara (ASN) di Kemendiktisaintek. Tunjangan kinerja (tukin) ini akan cair pada bulan Juli 2025 mendatang. Pencairan Tukin ini mencakup periode Januari hingga Juni 2025. Tak hanya itu, dosen ASN akan mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 dengan total pembayaran menjadi 14 bulan.
Dengan dicairkannya Tukin, pemerintah mengirimkan sinyal kuat bahwa sektor pendidikan tidak akan ditinggalkan dalam arus kebijakan fiskal nasional. Pendidikan tinggi memiliki peran strategis dalam menciptakan sumber daya manusia unggul yang mampu bersaing di tingkat global. Dalam konteks ini, dosen merupakan pilar utama penggerak proses akademik dan penelitian di perguruan tinggi. Memberikan tunjangan kinerja yang layak bukan hanya soal kewajiban administratif, melainkan investasi jangka panjang untuk kualitas bangsa.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini, menjelaskan tunjangan kinerja bagi dosen dibawah naungan Kemendikti Saintek diberikan dengan memperhatikan kelas jabatan melalui proses evaluasi jabatan. Kelas jabatan bagi jabatan fungsional Dosen telah ditetapkan melalui surat Menteri PANRB mengenai Penetapan Kelas Jabatan Nasional bagi Jabatan Fungsional yang Dibina Oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Nantinya, aturan teknis lebih lanjut akan diatur melalui Peraturan Menteri Dikti Saintek.
Tak dapat dimungkiri bahwa beban kerja dosen terus bertambah seiring berkembangnya tuntutan akreditasi, kewajiban penelitian, publikasi internasional, hingga pengabdian masyarakat. Tanpa insentif yang memadai, semangat para dosen bisa tergerus oleh tekanan administratif yang tinggi. Oleh karena itu, kehadiran Tukin menjadi penting sebagai bentuk dorongan moral sekaligus stimulan agar dosen tetap produktif dan termotivasi dalam menjalankan tridharma perguruan tinggi.
Selain aspek finansial, pencairan Tukin juga memiliki dimensi psikologis yang tak kalah penting. Banyak dosen merasa bahwa perhatian pemerintah terhadap nasib mereka kerap kalah dibanding sektor lain. Kini, dengan adanya pencairan yang ditunggu-tunggu, muncul kembali optimisme di kalangan akademisi bahwa pemerintah benar-benar hadir dalam setiap lini pembangunan, termasuk di dalam kampus. Kepastian mengenai hak-hak dosen ini diharapkan mampu memperbaiki iklim kerja di dunia pendidikan tinggi, serta mendorong profesionalisme dalam pelaksanaan tugas.
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Brian Yuliarto menjelaskan pencairan Tukin ini tentu diikuti dengan tata kelola yang transparan dan merata. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi perlu memastikan bahwa proses distribusi tidak mengalami hambatan birokratis di tingkat universitas maupun di Ditjen Dikti. Informasi yang jelas dan sistem pelaporan yang akuntabel akan menjadi faktor penting untuk menjaga kepercayaan publik dan memperkuat legitimasi kebijakan ini di mata sivitas akademika.
Momentum pencairan Tukin ini dapat menjadi titik tolak untuk membangun sistem penghargaan yang lebih adil dan berorientasi pada kinerja nyata dosen. Tunjangan kinerja seharusnya tidak bersifat seragam, tetapi dapat didesain berdasarkan indikator pencapaian tridharma, seperti jumlah publikasi ilmiah, kegiatan pengabdian, dan inovasi pembelajaran. Dengan demikian, kebijakan tunjangan ini bisa menjadi instrumen untuk mendorong budaya akademik yang kompetitif namun sehat.
Secara keseluruhan, pencairan Tukin bagi dosen adalah langkah penting yang tidak boleh berhenti pada aspek administratif semata. Ini adalah bagian dari strategi besar untuk memperkuat fondasi pendidikan tinggi Indonesia yang berkualitas, berdaya saing, dan inklusif. Ketika negara menunjukkan kesungguhannya dalam menghargai para pendidik, maka akan tumbuh pula keyakinan bahwa pendidikan adalah investasi, bukan beban anggaran. Dalam jangka panjang, apresiasi terhadap dosen akan berbuah pada lahirnya lulusan-lulusan unggul yang mampu membawa Indonesia maju dan berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di Dunia.
)* Penulis merupakan mahasiswa salah satu PTS di Jakarta
