Oleh: Maria Mambay*
Upaya pemerintah dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di Papua merupakan bagian integral dari misi nasional untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Papua bukan sekadar wilayah geografis di ujung timur Indonesia, tetapi adalah bagian tak terpisahkan dari identitas dan kedaulatan nasional. Maka dari itu, segala bentuk ancaman terhadap keutuhan wilayah, baik secara fisik maupun ideologis, harus ditanggapi dengan kebijakan yang tegas, terukur, dan berkeadilan.
Salah satu ancaman yang terus muncul dalam beberapa dekade terakhir adalah gerakan separatis yang digaungkan oleh kelompok tertentu seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM). Narasi pemisahan diri yang mereka usung, sebagaimana ditegaskan oleh Kepala Biro Informasi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI, Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang, adalah narasi yang tidak bisa diterima dan bertentangan dengan semangat kebangsaan. Menurutnya, upaya tersebut bukan hanya keliru dari sisi konstitusi, tetapi juga dapat memicu ketegangan dan konflik sosial di tengah masyarakat.
Penting untuk dicatat bahwa narasi separatis tidak mencerminkan kehendak masyarakat di Papua. Sebaliknya, gerakan ini lebih banyak diwarnai oleh kepentingan sempit kelompok tertentu yang berusaha mengeksploitasi kesenjangan sosial dan isu identitas demi keuntungan sendiri. Dalam realitasnya, seluruh warga di Papua memilih untuk berkontribusi dalam pembangunan nasional dan menikmati hasil dari kehadiran negara. Bahkan, keberadaan putra asli Papua dalam jajaran kabinet pemerintahan menjadi bukti bahwa negara hadir dan memberikan ruang partisipasi yang luas kepada masyarakat di Papua.
Di sisi lain, pemerintah juga menyadari bahwa keamanan tidak dapat dicapai hanya melalui pendekatan militer. Oleh karena itu, strategi yang digunakan bersifat multidimensional, melibatkan pembangunan ekonomi, pemberdayaan masyarakat, serta pendekatan dialogis yang menekankan pada rekonsiliasi dan keadilan. Program-program seperti swasembada pangan di Papua yang dijalankan melalui kerja sama antara Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pertanian merupakan wujud nyata dari pendekatan pembangunan sebagai sarana menciptakan stabilitas.
Keterlibatan masyarakat dalam menjaga kamtibmas juga menjadi faktor kunci dalam menciptakan situasi yang damai. Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat, Judson Ferdinandus Waprak, menyampaikan bahwa kondisi di Papua Barat saat ini relatif aman dan kondusif. Masyarakat menunjukkan sikap dewasa dengan tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang menyimpang dari semangat kebangsaan. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat telah membuahkan hasil positif dalam menjaga stabilitas.
Langkah tegas juga diambil oleh pemerintah daerah dalam menanggapi gerakan yang mencoba mengganggu kedaulatan negara, seperti klaim sepihak dari kelompok yang menamakan diri Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB). Dalam rapat tertutup yang dipimpin Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, bersama unsur Forkopimda, diputuskan untuk menindak segala bentuk kegiatan inkonstitusional. Pemerintah provinsi menyatakan dengan jelas bahwa tidak ada tempat bagi gerakan separatis di Papua Barat Daya, dan setiap tindakan yang menyimpang dari konstitusi akan diproses secara hukum.
Penegakan hukum terhadap pelaku makar juga ditegaskan oleh Wakapolda Papua Barat Daya, Kombes Pol Semmy Ronny Tabhaa. Ia menyebutkan bahwa aparat kepolisian tidak akan mentoleransi pelanggaran hukum, baik dalam bentuk aksi langsung maupun penyebaran konten provokatif di media sosial. Setiap pelanggaran akan direspon dengan tindakan hukum yang tegas dan proporsional, demi menjaga ketertiban umum dan keutuhan negara.
Tidak kalah pentingnya, TNI sebagai penjaga kedaulatan negara juga menyatakan komitmennya untuk mendukung upaya penegakan hukum terhadap kelompok separatis. Danrem 181/PVT, Brigjen TNI Totok Sutriono, menegaskan bahwa jika ditemukan indikasi penggunaan senjata atau ancaman nyata terhadap kedaulatan, TNI siap bertindak sesuai mandat konstitusional. Ia menekankan bahwa keutuhan NKRI adalah harga mati, dan seluruh elemen bangsa harus bersatu dalam menjaganya.
Pendekatan yang lebih humanis dan berkelanjutan juga ditegaskan oleh Kementerian Hukum dan HAM melalui Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM, Nickolay Aprilindo. Ia menyampaikan bahwa keamanan di Papua tidak cukup hanya mengandalkan kekuatan represif. Yang dibutuhkan adalah langkah-langkah rekonsiliasi yang melibatkan semua pihak dalam semangat damai dan kebersamaan. Menurutnya, keamanan yang berkelanjutan hanya bisa tercapai jika ada keadilan sosial dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Kesadaran kolektif dari masyarakat Papua pun mulai terbentuk. Anggota DPD RI dari Papua Barat Daya, Agustinus R. Kambuaya, menyuarakan pentingnya solidaritas sosial dan keteguhan sikap dalam menolak segala bentuk kekerasan dan provokasi. Ia menegaskan bahwa masa depan Papua akan cerah apabila seluruh elemen masyarakat bersatu menjaga kedamaian dan tidak mudah dihasut oleh pihak-pihak yang ingin memecah belah bangsa.
Melalui sinergi antara pendekatan keamanan, pembangunan berkelanjutan, serta rekonsiliasi sosial, pemerintah menunjukkan komitmen kuat untuk menjadikan Papua sebagai wilayah yang aman, damai, dan sejahtera. Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, Papua bukan hanya dijaga secara teritorial, tetapi juga diberdayakan dan dikembangkan sebagai bagian dari cita-cita Indonesia yang adil dan makmur. Maka dari itu, menjaga Papua bukan hanya soal menjaga batas negara, tetapi juga tentang menjaga hati dan harapan seluruh anak bangsa yang tinggal di atas tanah yang sama.
*Penulis merupakan Pemerhati Sosial dan Aktivis Muda Papua