JAKARTA Di tengah beragam tantangan global dan dinamika ekonomi nasional, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr. KH. Marsudi Syuhud, MM, mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak terjebak dalam narasi pesimisme seperti “Indonesia Gelap”. Menurutnya, narasi semacam ini justru dapat mengganggu semangat kolektif dalam membangun bangsa.
Masyarakat harus bijak dalam menyikapi situasi. Keinginan manusia memang tidak terbatas, namun kemampuan dan anggaran negara tentu terbatas. Di sinilah pentingnya keseimbangan antara keinginan dan kenyataan, ujarnya dalam sebuah forum nasional di Jakarta, Rabu (24/4).
KH. Marsudi menilai, Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkan komitmen optimisme nasional dengan pendekatan yang menyeimbangkan antara realita dan harapan. Ia juga menekankan bahwa transparansi dalam komunikasi pemerintahan merupakan langkah strategis untuk mengelola ekspektasi masyarakat.
Pemerintah sudah terbuka, menjelaskan tantangan dan strategi ke depan secara jujur. Jangan sampai kita terpancing narasi negatif yang hanya menumbuhkan rasa takut dan perpecahan, lanjutnya.
Menurut KH. Marsudi, ajaran agama mengajarkan umat untuk tidak saling menyalahkan, melainkan bersatu dan tetap bersyukur dalam keterbatasan, demi melahirkan solusi bersama.
Sementara itu, pakar komunikasi politik Universitas Indonesia, Dr. Aditya Perdana, menambahkan bahwa keberhasilan Presiden Prabowo dalam merangkul berbagai kekuatan politik menjadi modal besar untuk menciptakan pemerintahan yang stabil dan inklusif.
Presiden Prabowo telah menunjukkan sikap terbuka terhadap kritik. Ini mencerminkan demokrasi yang sehat. Justru yang diperlukan saat ini adalah komunikasi jujur agar masyarakat tidak kecewa oleh ekspektasi yang terlalu tinggi, jelas Aditya.
Ia juga menyoroti pentingnya sinergi antara masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi tekanan global. Optimisme nasional harus dibangun dengan gerak langkah yang sama. Semua elemen bangsa perlu dijaga agar tidak terpecah oleh provokasi, tambahnya.
Baik KH. Marsudi maupun Dr. Aditya menegaskan pentingnya belajar dari keberhasilan kolektif saat menghadapi pandemi COVID-19. Saat itu, kerja sama antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat terbukti mampu membuahkan hasil nyata.
Kita butuh kembali ke semangat seperti saat pandemi: gotong royong, komunikasi intensif, dan rasa saling percaya. Para kiai dari pusat hingga kampung saling bahu-membahu, kenang KH. Marsudi.
Dalam situasi penuh tantangan ini, keduanya sepakat bahwa kritik adalah bagian penting dalam demokrasi, namun harus dibangun dengan tanggung jawab dan semangat kebersamaan.
Bukan kebencian yang kita bangun, tetapi solusi. Pemerintah pun perlu secara rutin berdialog dengan masyarakat agar muncul kepercayaan dan rasa memiliki terhadap arah pembangunan nasional, tutup Dr. Aditya.
Pesan penting dari para tokoh ini: Hindari narasi kelam, dan bangun masa depan cerah dengan persatuan, optimisme, serta semangat gotong royong demi Indonesia yang lebih cemerlang.
(*/rls)