Oleh: Safrudin Muis *)
Pembangunan infrastruktur bendungan menjadi salah satu agenda utama dalam memastikan ketahanan pangan nasional. Pemerintah, melalui berbagai proyek strategisnya, telah menunjukkan komitmen penuh dalam mewujudkan swasembada pangan. Keberadaan bendungan tidak hanya menjamin ketersediaan air bagi sektor pertanian, tetapi juga mendukung ekosistem energi terbarukan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Dengan semakin banyaknya bendungan yang siap dioperasikan, langkah konkret menuju kemandirian pangan semakin nyata.
PT Waskita Karya (Persero) Tbk, sebagai salah satu BUMN konstruksi, telah menyelesaikan pembangunan dua bendungan strategis, yaitu Bendungan Rukoh di Aceh dan Bendungan Jlantah di Jawa Tengah. Kedua bendungan ini akan segera diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto dan diyakini mampu meningkatkan produktivitas pertanian di wilayahnya masing-masing. Pembangunan infrastruktur ini sejalan dengan Asta Cita Presiden, yang menitikberatkan pada kemandirian bangsa, termasuk dalam sektor pangan.
Corporate Secretary Waskita Karya, Ermy Puspa Yunita, menjelaskan bahwa Bendungan Rukoh dirancang untuk mengairi lahan irigasi seluas 11.950 hektar dengan pola tanam yang intensif, sehingga memungkinkan petani untuk meningkatkan hasil panennya secara signifikan. Sementara itu, Bendungan Jlantah akan mendukung suplai air bagi lahan seluas 1.494 hektar di Kecamatan Jatiyoso dan Jumapolo, Kabupaten Karanganyar. Dengan meningkatnya Indeks Pertanaman di daerah tersebut, produktivitas pertanian diharapkan dapat meningkat secara berkelanjutan. Infrastruktur ini menjadi bukti nyata bahwa pemerintah hadir untuk mendukung para petani dan memastikan ketahanan pangan nasional tetap terjaga.
Selain sebagai sumber irigasi, kedua bendungan ini juga memiliki peran dalam penyediaan air baku dan energi. Seperti halnya Bendungan Rukoh mampu menyediakan air baku sebanyak 0,90 meter kubik per detik dan berpotensi menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas 140 megawatt. Di sisi lain, Bendungan Jlantah dapat menyuplai air baku hingga 150 liter per detik serta berpotensi menghasilkan energi dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLMTH) sebesar 0,625 megawatt. Dengan demikian, proyek ini tidak hanya mendukung sektor pertanian, tetapi juga berkontribusi pada ketersediaan energi hijau.
Pemerintah, melalui Kementerian BUMN berupaya mendorong pembangunan infrastruktur bendungan sebagai bagian dari strategi besar dalam mencapai swasembada pangan. Pembangunan bendungan tidak hanya sekadar membangun waduk air, tetapi juga membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. PT Waskita Karya, sesuai dengan arahan pemerintah, turut memastikan bahwa proyek-proyek ini menyerap tenaga kerja lokal, sehingga memberikan manfaat ekonomi yang lebih luas bagi masyarakat.
Selain Bendungan Rukoh dan Jlantah, PT Waskita Karya juga masih mengerjakan beberapa proyek bendungan lainnya, seperti Bendungan Bener, Tiga Dihaji, Mbay, Jragung, Cibeet, dan Karangnongko. Sepanjang tahun 2024, beberapa bendungan strategis telah diresmikan, termasuk Bendungan Karian pada Januari, Margatiga dan Leuwikeris pada Agustus, serta Temef pada Oktober. Semua proyek ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam membangun infrastruktur yang mendukung ketahanan pangan dan air.
Sementara itu, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menilai bahwa dengan alokasi anggaran yang tepat, target swasembada beras dapat dicapai dengan mudah. Pemerintah telah menyiapkan berbagai instrumen kebijakan, termasuk anggaran untuk Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum, serta subsidi yang memastikan sawah dapat ditanami secara optimal. Dengan langkah-langkah konkret ini, pemerintah tidak hanya mengejar swasembada dalam jangka pendek, tetapi juga memastikan keberlanjutannya dalam jangka panjang.
Namun, keberlanjutan swasembada pangan tidak hanya bergantung pada pembangunan infrastruktur bendungan. Khudori menekankan bahwa pemerintah juga harus memastikan adanya anggaran yang cukup untuk menjaga produktivitas pertanian dari tahun ke tahun. Selain itu, penting bagi pemerintah untuk mengoptimalkan lahan pertanian yang sudah ada, seperti proyek food estate di Merauke. Fokus utama seharusnya pada peningkatan efisiensi lahan yang sudah tersedia sebelum membuka lahan baru. Dengan cara ini, keseimbangan antara produksi pangan dan pelestarian lingkungan dapat terjaga.
Langkah lain yang juga perlu diperhatikan adalah perlindungan terhadap lahan pertanian produktif. Konversi lahan pertanian menjadi kawasan non-pertanian harus dikendalikan agar tidak mengurangi kapasitas produksi pangan nasional. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap kebijakan terkait penggunaan lahan tetap berpihak pada ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.
Di sisi lain, peningkatan produktivitas pertanian juga perlu didukung oleh riset dan pengembangan (R&D). Dengan inovasi di bidang pertanian, produktivitas lahan dapat terus meningkat tanpa harus membuka lahan baru. Penguatan investasi di bidang penelitian pertanian perlu dilakukan agar Indonesia dapat menghasilkan varietas unggul, teknologi irigasi yang lebih efisien, serta sistem pertanian yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim.
Keberhasilan proyek-proyek bendungan seperti Rukoh dan Jlantah menunjukkan bahwa pemerintah telah berada di jalur yang benar dalam memastikan ketahanan pangan nasional. Dengan kombinasi kebijakan yang tepat, optimalisasi lahan pertanian, serta dukungan terhadap riset dan inovasi, Indonesia semakin dekat menuju kemandirian pangan yang berkelanjutan. Pemerintah telah bekerja keras untuk memastikan ketersediaan air bagi pertanian, dan dukungan penuh dari berbagai pihak akan semakin mempercepat pencapaian tujuan swasembada pangan.
*) Peneliti dari Pancasila Madani Institute