Oleh: Dhita Karuniawati )*
Memasuki tahun pertama masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, salah satu capaian penting yang mendapat perhatian luas adalah peningkatan kualitas dan jangkauan program rumah subsidi. Pemerintah menegaskan bahwa penyediaan hunian yang layak, terjangkau, dan merata di seluruh wilayah Indonesia bukan hanya sekadar program perumahan, tetapi juga bentuk nyata dari upaya pemerataan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Dalam tahun pertama ini, pemerintah melalui Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dan Bank BTN terus memperluas akses pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi dengan bunga rendah tetap menjadi instrumen utama untuk memperluas kepemilikan rumah.
Kebijakan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan penyesuaian batas harga rumah subsidi juga menjadi insentif tambahan bagi pengembang agar dapat tetap produktif membangun di tengah fluktuasi harga material konstruksi. Kebijakan ini turut menjaga stabilitas industri properti dan membuka peluang kerja baru di sektor konstruksi.
Deputi Komisioner Bidang Pemanfaatan Dana Tapera Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), Sid Herdi Kusuma mengatakan bahwa rumah umum akan diberikan kemudahan dan bantuan dari pemerintah sehingga harganya terjangkau bagi pembeli dan ada beberapa insentif dari pemerintah seperti bebas pajak. Jelasnya, simulasi cicilan rumah subsidi ditentukan berdasarkan zona wilayah rumah yang dibeli oleh MBR. Namun rata-rata di sekitar Rp 1,2 juta per bulan dengan tenor 20 tahun dan tenor paling panjang untuk membeli rumah subsidi yaitu 20 tahun.
Sid Herdi menjelaskan kriteria pembeli rumah subsidi sudah diatur lewat Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Besaran Penghasilan dan Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah serta Persyaratan Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah, yaitu masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapatkan dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.
Peraturan Menteri PKP Nomor 5 Tahun 2025 tentang Besaran Penghasilan dan Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah serta Persyaratan Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah ditetapkan pada 17 April 2025 oleh Menteri PKP Maruarar Sirait yang menggantikan aturan lama, yakni Keputusan Menteri PUPR Nomor 22/KPTS/M/2023.
Salah satu poin penting dalam aturan ini adalah batasan luas rumah subsidi atau rumah umum yang dapat dimiliki oleh MBR. Dalam Pasal 3 ayat (5) Permen PKP Nomor 5 Tahun 2025 disebutkan bahwa luas lantai rumah umum (subsidi) paling luas adalah 36 meter persegi. Sementara untuk rumah swadaya, yakni rumah yang dibangun atas prakarsa dan biaya sendiri oleh masyarakat, luas maksimalnya 48 meter persegi.
Program rumah subsidi yang semakin layak dan merata tidak hanya berdampak pada peningkatan kesejahteraan keluarga, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi daerah. Pembangunan rumah subsidi melibatkan rantai pasok yang luas mulai dari produsen bahan bangunan, pekerja konstruksi, hingga usaha mikro lokal penyedia material.
Selain itu, peningkatan kualitas lingkungan perumahan turut mendorong tumbuhnya aktivitas ekonomi masyarakat di sekitar kawasan, seperti warung, koperasi, dan jasa transportasi. Dalam jangka panjang, kebijakan ini memperkuat basis ekonomi rakyat dan memperkecil kesenjangan antarwilayah.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah meningkatkan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 350.000 unit rumah pada tahun 2025, di mana kebijakan tersebut diproyeksikan dapat membuka lapangan kerja baru.
Menurut Ara, bukan hanya menyerap tenaga kerja sebanyak ratusan ribu orang, program rumah subsidi juga dapat menggerakkan sektor riil di sekitar wilayah proyek pembangunan. Beberapa di antaranya seperti pelaku usaha toko bangunan, toko perancangan, pejabat pembuat akte tanah atau notaris, dan lembaga perbankan.
Ara menjelaskan tarif bunga untuk Kredit Perumahan Rakyat (KPR) yang dipatok juga tetap (fixed), dengan besaran 5%. Besaran bunga untuk KPR tersebut sangat membantu rakyat yang masih membutuhkan kebutuhan papan.
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa rumah yang layak adalah hak setiap warga negara. Oleh karena itu, kebijakan perumahan tidak boleh berhenti pada angka pembangunan semata, melainkan harus menyentuh aspek keadilan dan pemerataan. Pemerintah berkomitmen memastikan bahwa setiap rumah subsidi yang dibangun benar-benar mencerminkan kualitas hidup yang lebih baik bagi penghuninya.
Di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran, program perumahan rakyat dipandang sebagai pilar penting dalam membangun fondasi bangsa yang berdaulat dan berkeadilan sosial. Rumah yang layak dan merata menjadi simbol hadirnya negara dalam kehidupan masyarakat kecil, bukan hanya di kota besar tetapi juga di pelosok desa.
Tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran menjadi momentum penting bagi transformasi kebijakan perumahan nasional. Melalui peningkatan kualitas, pemerataan pembangunan, dan inovasi pembiayaan, rumah subsidi kini tidak lagi sekadar simbol bantuan sosial, tetapi menjadi instrumen pemerataan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dengan komitmen yang kuat terhadap keadilan sosial dan pemerataan pembangunan, pemerintah terus menegaskan bahwa setiap warga negara berhak hidup di rumah yang lebih luas, lebih layak, dan lebih manusiawi sebagai bagian dari cita-cita besar menuju Indonesia yang maju, sejahtera, dan berkeadilan.
*) Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia